Proses pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) periode 2025–2029 digelar dalam dinamika yang tidak biasa. Kritik bermunculan, terutama terkait pergantian statuta dan waktu pelaksanaan tahapan pemilihan yang dianggap terlalu cepat. Namun, di tengah riuhnya suara pro-kontra, banyak kalangan justru melihat apa yang terjadi sebagai bentuk konsistensi Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, S.Si, M.Si, M.Sc., dalam menegakkan reformasi kelembagaan dan modernisasi tata kelola kampus.
Statuta UHO 2025: Langkah Hukum dan Strategis
Perubahan statuta UHO yang kini tertuang dalam Permendikti Saintek No. 21 Tahun 2025 bukanlah kebijakan yang muncul secara tiba-tiba. Proses penyusunan statuta baru ini telah dimulai sejak tahun 2018, pada masa awal kepemimpinan Prof. Zamrun di periode pertamanya sebagai rektor. Pembahasan tersebut telah dilakukan di tingkat Senat Universitas. Kemudian, pada tahun 2021, draf statuta kembali dibahas dan disempurnakan, tetap melalui forum senat.
Statuta ini akhirnya disahkan oleh kementerian setelah melalui tahapan evaluasi administratif dan konsultatif lintas waktu. Artinya, perubahan ini adalah hasil dari proses deliberatif yang panjang, bukan produk keputusan sepihak.
"Statuta ini bukan hasil keputusan pribadi rektor, melainkan bagian dari proses panjang dan kolektif untuk memperkuat fondasi hukum kampus kita," ungkap salah satu dosen senior UHO, yang enggan disebut namanya.
Senat Baru: Representatif dan Efisie
Salah satu perubahan signifikan berdasarkan Statuta baru 2025 adalah penyusutan anggota senat dari 121 menjadi 49 orang. Langkah ini bukan bentuk eksklusi, melainkan upaya mendorong efektivitas pengambilan keputusan dalam rangka tata kelola yang adaptif. Selama dua periode, Prof. Zamrun dikenal konsisten mendorong senat yang aktif, visioner, dan bebas dari kepentingan sektoral. Visi tersebut sejalan dengan upaya membentuk universitas modern yang tidak hanya besar secara struktur, tetapi juga solid secara fungsi.
Pemilihan Rektor: Antara Waktu dan Kepatuhan Regulas
Isu hangat yang muncul adalah waktu pelaksanaan penjaringan bakal calon rektor yang dimulai pada April 2025, sementara masa jabatan rektor akan berakhir pada Juli 2025. Berdasarkan Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017 Pasal 6 ayat (1), penjaringan idealnya dilaksanakan paling lambat lima bulan sebelum akhir masa jabatan, yakni pada Februari 2025.
Namun demikian, terdapat argumen hukum dan institusional yang mendukung langkah tersebut. Pelaksanaan pada April dilakukan dalam konteks penyesuaian terhadap statuta baru dan restrukturisasi senat, yang merupakan lex specialis dalam sistem tata kelola dan organisasi internal kampus. Tidak adanya klausul sanksi pembatalan dalam regulasi tersebut juga menegaskan bahwa tahapan pemilihan tidak kehilangan keabsahannya secara hukum.
Meskipun jadwal pelaksanaan cukup singkat, namun seluruh proses tetap dilaksanakan secara demokratis, transparan, akuntabel dan diawasi langsung oleh Kementerian. Dokumentasi lengkap, kehadiran senat, dan proporsi suara sesuai ketentuan memperkuat legitimasi proses.