Oleh: Bambang Budiono
(Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Pemerhati Kesehatan, tinggal di Makassar)
BELAKANGAN ini mencuat isu hangat terkait pernyataan Menteri Kesehatan saat mengulas peran ‘artificial intelegence” di bidang kesehatan.
Menkes Ir. Budi Gunadi Sadikin, S.Si., CHFC., CLU.(Red), berkata, “Menurut saya ini tidak ilmiah bagaimana mungkin dokter tahu kalau itu penyakit jantung hanya dari suaranya.”
Kalimat tersebut perlu dipahami secara proporsional dan tak ditanggapi secara emosional.
Pernyataan tersebut kurang tepat, tapi tentu juga tak seluruhnya salah, bergantung pada situasi klinis apa.
Kalau terkait dengan diagnosis penyakit jantung koroner misalnya, tentu mendengar suara jantung dengan stetoskop tidak banyak berperan untuk menentukan diagnosis, kecuali untuk mengenali dampak kerusakan otot jantung berupa berbagai tanda gagal jantung.
Namun, pada kasus kelainan jantung yang spesifik, misalnya kelainan katup dan kelainan jantung bawaan tertentu diagnosa sudah hampir bisa dipastikan dengan modal mendengar suara jantung melalui stetoskop saja.
Langkah selanjutnya, tentu masih perlu melakukan konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang diagnostik lain. Artinya, stetoskop hanyalah merupakan sebagian sarana pemeriksaan fisik yang disebut auskultasi, yang pada umumnya tidak bisa berdiri sendiri untuk menegakkan diagnosis klinis dan mengembangkan rencana pengobatan yang tepat.
Kegunaan stetoskop dalam praktik dokter sehari-hari di antaranya dapat memberikan informasi tentang bunyi dan ritme/irama jantung.
Dengan melakukan interpretasi suara jantung, misalnya terdengar pengerasan suara jantung ke-2 kita bisa mendiagnosis terjadinya hipertensi pulmonal.
Dari lokasi bising jantung dan apakah terdengar pada fase sistolik dan diastolik, bisa disimpulkan katup mana yang mengalami kelainan dan apakah kelainannya berupa penyempitan atau kebocoran.
Jadi diagnosis yang didapat dari auskultasi dengan menggunakan stetoskop itu melalui proses berpikir ilmiah. Demikian juga beberapa kelainan jantung bawaan bisa didiagnosis hanya dari lokasi dan jenis bising jantung.
Untuk itu, seseorang harus paham tentang siklus jantung, mengenal bunyi jantung normal, memahami bising (murmur) jantung berdasar fase-fasenya, kualitas bisingnya, dan lain lain.